Jumat, 06 Juni 2014

‘Ukasyah Sang Penghuni Syurga




      Ibnu Abbas Ra. meriwayatkan, “ Pada hari-hari terakhirnya, Rasululloh Saw. menyuruh Bilal Ra. Mengumpulkan seluruh sahabat dan para pembantunya di Mesjid Nabawi. Dipapah oleh Sayyidina ‘Ali Ra., Rasululloh menyeret kakinya ke mesjid, kemudian shalat dua rakaat, menuju mimbar dan duduk. Lantas, beliau menyampaikan khutbah : “Wahai kaum muhajirin dan anshar, hari ini adalah hari terakhirku di dunia yang rendah ini, dan hari pertamaku di akhirat. Alloh yang Maha Mulia memberiku pilihan untuk tinggal di dunia atau di akhirat. Dan aku lebih menyukai akhirat.
Aku telah di angkat menjadi nabi dan pembimbing kalian semua, menyeru agar kalian berjalan di jalan Alloh. Aku melakukannya bukan karena keinginanku sendiri, tapi karena di utus oleh Alloh. Aku telah menjadi sahabat yang baik atau ayah yang penuh kasih bagi kalian. Sekarang, aku akan meninggalkan kalian selama-lamanya. Sebelum ajal menjemputku, jika aku pernah menyakiti siapa saja diantara kalian, sekarang aku di sini. Datanglah kemari dan ambillah apa yang menjadi hak kalian atas diriku. Pukullah punggungku. Apabila dulu aku pernah mengambil barang milik kalian, datanglah kesini dan mintalah dariku, maka aku akan mengembalikannya. Rasululloh mengucapkan kalimat tersebut sampai tiga kali.
Pada saat itu, datanglah orang yang bernama ‘Ukasyah melewati para sahabat dan menghadap nabi. Ia berkata, “Ya Rasululloh, engkau lebih berhak atas diriku daripada ibuku, ayahku, atau diriku sendiri. Aku datang ke sini tidak untuk mengadu padamu, tapi untuk menuruti perintahmu. Dalam suatu peperangan, untamu berjalan beriringan dengan untaku. Aku turun dari untaku, dan ketika aku membelakangimu, cambuk yang engkau kibaskan, mengenaiku. Aku tidak tahu, apakah engkau sengaja atau tidak melakukannya.”
Setelah mendengarnya, Rasululloh, nabi yang penuh kasih sayang dan pemimpin dunia akhirat, bersabda, “Allah melarangnya, wahai ‘Ukasyah! Bagaimana mungkin rasulmu sengaja mencambukmu?”
Beliaupun meminta Bilal untuk pergi menemui Fatimah dan membawakan cambuk dari rumahnya. Sembari meletakkan kepala di kepala, Bilal berlari dan berteriak  menuju rumah fatimah. Dia menangis ketika Fatimah berkata,”Akan kau pakai apa cambuk ini?”
“Untuk membalaskan dendam,” jawab Bilal
Mendengar jawaban ini, Fathimah pun menangis. “Siapakah yang ingin membalaskan dendam pada Rasul-nya?”
Bilal tidak menjawab pertanyaan itu. Dia bersegera kembali ke mesjid Nabawi yang didalamnya, seluruh sahabat juga menangis. Dia memberikan cambuk pada Nabi Saw dan selanjutnya kekasih Allah itu memberikannya pada ‘Ukasyah, “Ini cambuknya, wahai ‘Ukasyah!”.
Tak sanggup melihat apa yang akan terjadi, Abu Bakar dan Umar maju, “Cambuklah kami saja, wahai ‘Ukasyah!
Tapi nabi bersabda, “Duduklah, Abu bakar dan Umar. Alloh pasti mengetahui dan melihat kalian.”
Lalu Ali berdiri sembari berkata, “Ini aku, ‘Ukasyah! Aku telah menghabiskan seluruh hidupku bersama Rasul. Aku tak dapat membiarkanmu membalas dendam pada Rasul kita. Ini punggungku, ini dadaku, ini perutku, cambuklah. Cambuk aku!”
Nabi berkata, “wahai Ali, Alloh pasti tahu niatmu dan melihatmu”.
Lalu, berdirilah Cahaya mata Rasululloh, Hasan Sang Terpilih dan Husein Sang Syuhada Karbala. Keduanya menangis, “Tahukah engkau wahai ‘Ukasyah? Kami adalah cucu kesayangan Rasululloh. Ini kami. Engkau dapat membalaskan dendammu dengan mencambuk kami seolah-olah mencambuk rasul. Ayolah, ini kami. Cambuklah kami!”. Akan tetapi rasul berkata, “Duhai cahaya mataku, duduklah ditempay kalian. Akulah yang harus menanggung pembalasan ini. “Ukasyah, cambuklah aku sekeras aku mencambukmu dulu!”.
‘Ukasyah berkata, “Ya rasululloh, aku dulu tak berpakaian ketika engkau mencambukku”.
Rasulpun melepaskan bajunya, dan bersabda,”Cambuklah, ‘Ukasyah!”.
Riuh tatapan para sahabat, mereka terisak dan menangis. Semua bingung apa yang harus mereka lakukan menyaksikan keadaan tersebut.
Segera setelah melihat tubuh putih Nabi mulia yang berseri-seri, dia membuang cambuk di tangannya, memeluk punggung Nabi Saw dengan penuh rasa cinta dan haru, mencium tanda kenabian. Dia berkata, “Engkau lebih berhak atas diriku daripada ibu dan ayahku sendiri, ya Rasululloh! Bagaimana mungkin aku membalas dendam padamu? Biarlah seratus ribu ‘Ukasyah berkorban demi engkau. Aku mengucapkan terima kasih atas tawaranmu. Aku takut masuk neraka. Aku melakukan semua itu karena aku yakin bahwa, ketika kulitku menyentuh kulitmu, neraka tidak akan bisa membakar tubuhku. Akan dibakarkah tubuh yang pernah bersentuhan dengan tubuhmu? Inilah yang mendorongku menerima tawaranmu dan membalaskan keinginan.”
Kemudian Rasul menoleh para sahabat,”Jika kalian ingin melihat salah satu penghuni surga, lihatlah orang ini!”
Lantas seluruh sahabat yang hadir mencium mata ‘Ukasyah dan dengan hangat mengucapkan selamat kepadanya yang telah meraih derajat mulia itu.
Dari Nafas Cinta Ilahi, Lidia Yurita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dalam Kenangan

Perawakannya mungil dengan sebuah kacamata minusnya tutur katanya selalu menimbulkan rasa rindu untuk bertemu selalu tersenyum saat ...