Rabu, 18 Juni 2014

Ketika Sang Murid Tersakiti

Seorang muridku memperlihatkan selembar kertas padaku. Sabtu, 14 Juni 2014, aku ingat hari itu. Karena hari bersejarah baginya. Ya, pengumuman kelulusannya dari bangku SMP.
Dia terpaku dan terdiam. Hanya air matanya yang mengalir deras, tanpa bisa ditahannya. Berulang kali dia menyeka air matanya. Namun, berulang kali pula, air mata itu menderas.
Akupun hanya bisa diam terpaku. Aku melihat dengan jelas,angka-angka yang tertera di kertas itu. Bahasa Inggris 9 koma sekian. Matematika 9 koma sekian. IPA 9 koma sekian, dan BAHASA INDONESIA 5 koma sekian. Total nilai UN nya adalah 33 koma sekian.

Akupun kembali teringat akan insiden hari pertama UN Bahasa Indonesia. Ya, dan sekarang, seorang anak telah menjadi korban. Mungkin, masih banyak lagi anak yang lainnya.

"Saya harus bagaimana, Bu?" tanyanya, setelah dia bisa menguasai dirinya. "Saya ingin sekali melanjutkan sekolah ke SMA 3 Bandung. Namun, dengan nilai ini, saya rasanya tidak bisa masuk, Bu." lanjutnya.
"Bisakah saya protes, Bu? Pada siapa saya bisa mengadukan hal ini?", cecarnya

Dan, akupun terdiam lagi. Berat rasanya kalau aku mengatakan yang seharusnya. Bahwa dia tidak bisa memperbaiki nilai UNnya. Protes pada siapa? pemerintah? hal yang mustahil, kupikir. Aku tahu betul, bagaimana perjuangan anak itu saat mempersiapkan dirinya menghadapi UN. Pun, jadi sebuah pertanyaan ketika tiga mata pelajaran mendapatkan nilai sembilan lebih, masa Bahasa Indonesia hanya mendapatkan nilai lima saja. Banyak praduga jadinya. Mungkinkah dia mendapatkan nilai asal-asalan? asal ada saja? bukankah di hari pertama, memang banyak perubahan teknis di naskah soal?. Yang jelas, akupun tidak tahu pasti hal ini.

"Nak, kamu sudah berusaha dengan sungguh-sungguh. Kemudian hasilnya seperti ini, ini adalah wujud kasih sayang Allah Swt padamu. Kamu harus yakin, inilah yang terbaik dari Allah buatmu. Mungkin berat. Tapi yakinlah, Allah tahu yang terbaik untukmu. Mungkin, Allah memang tidak menghendaki kamu berada disekolah yang kamu inginkan sekarang. Kamu pilihlah sekolah lain yang bisa menerimamu. Lalu, buatlah karyamu yang terbesar disana. Buktikan, bahwa kamu memang yang terbaik.
Lupakan rasa sakitmu, bangkitlah." Aku memeluknya,
Kalimat itulah yang bisa aku berikan untuknya. Walaupun, dari lubuk hatiku, aku merasakan ketidakadilan atas dirinya, merasakan kesedihan dan rasa sakitnya hanya karena sang penguasa yang semena-mena.

#kudedikasikan untukmu, muridku. maafkan aku yang tidak bisa berbuat banyak :'(

3 komentar:

  1. Ya Allah... kembali aku hanya bisa bilang innalilillahi, Mak. Sistem ini menyakiti anak-anak kita sendiri :-(

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, I don't know what to say but this tears flowed again. Probably it tears of joy no longer in pain. Thank you soooomuch my teacher, my soulmate, my sunshine.. Promise I insya Allah, i will come back and stand up for Him for you and for everyones around me. Loveyousomuch!

    BalasHapus
    Balasan
    1. I believe that you are a strong girl, Mi. show them and prove that you are the best.

      Hapus

Dalam Kenangan

Perawakannya mungil dengan sebuah kacamata minusnya tutur katanya selalu menimbulkan rasa rindu untuk bertemu selalu tersenyum saat ...