Ibnu Abbas Ra. meriwayatkan, “
Pada hari-hari terakhirnya, Rasululloh Saw. menyuruh Bilal Ra. Mengumpulkan seluruh
sahabat dan para pembantunya di Mesjid Nabawi. Dipapah oleh Sayyidina ‘Ali Ra.,
Rasululloh menyeret kakinya ke mesjid, kemudian shalat dua rakaat, menuju
mimbar dan duduk. Lantas, beliau menyampaikan khutbah : “Wahai kaum muhajirin
dan anshar, hari ini adalah hari terakhirku di dunia yang rendah ini, dan hari
pertamaku di akhirat. Alloh yang Maha Mulia memberiku pilihan untuk tinggal di
dunia atau di akhirat. Dan aku lebih menyukai akhirat.
Aku telah di angkat menjadi nabi
dan pembimbing kalian semua, menyeru agar kalian berjalan di jalan Alloh. Aku
melakukannya bukan karena keinginanku sendiri, tapi karena di utus oleh Alloh. Aku
telah menjadi sahabat yang baik atau ayah yang penuh kasih bagi kalian. Sekarang,
aku akan meninggalkan kalian selama-lamanya. Sebelum ajal menjemputku, jika aku
pernah menyakiti siapa saja diantara kalian, sekarang aku di sini. Datanglah kemari
dan ambillah apa yang menjadi hak kalian atas diriku. Pukullah punggungku. Apabila
dulu aku pernah mengambil barang milik kalian, datanglah kesini dan mintalah
dariku, maka aku akan mengembalikannya. Rasululloh mengucapkan kalimat tersebut
sampai tiga kali.
Pada saat itu, datanglah orang
yang bernama ‘Ukasyah melewati para sahabat dan menghadap nabi. Ia berkata, “Ya
Rasululloh, engkau lebih berhak atas diriku daripada ibuku, ayahku, atau diriku
sendiri. Aku datang ke sini tidak untuk mengadu padamu, tapi untuk menuruti
perintahmu. Dalam suatu peperangan, untamu berjalan beriringan dengan untaku. Aku
turun dari untaku, dan ketika aku membelakangimu, cambuk yang engkau kibaskan,
mengenaiku. Aku tidak tahu, apakah engkau sengaja atau tidak melakukannya.”
Setelah mendengarnya, Rasululloh,
nabi yang penuh kasih sayang dan pemimpin dunia akhirat, bersabda, “Allah
melarangnya, wahai ‘Ukasyah! Bagaimana mungkin rasulmu sengaja mencambukmu?”
Beliaupun meminta Bilal untuk
pergi menemui Fatimah dan membawakan cambuk dari rumahnya. Sembari meletakkan
kepala di kepala, Bilal berlari dan berteriak
menuju rumah fatimah. Dia menangis ketika Fatimah berkata,”Akan kau
pakai apa cambuk ini?”
“Untuk membalaskan dendam,” jawab
Bilal
Mendengar jawaban ini, Fathimah
pun menangis. “Siapakah yang ingin membalaskan dendam pada Rasul-nya?”
Bilal tidak menjawab pertanyaan
itu. Dia bersegera kembali ke mesjid Nabawi yang didalamnya, seluruh sahabat
juga menangis. Dia memberikan cambuk pada Nabi Saw dan selanjutnya kekasih
Allah itu memberikannya pada ‘Ukasyah, “Ini cambuknya, wahai ‘Ukasyah!”.
Tak sanggup melihat apa yang akan
terjadi, Abu Bakar dan Umar maju, “Cambuklah kami saja, wahai ‘Ukasyah!
Tapi nabi bersabda, “Duduklah,
Abu bakar dan Umar. Alloh pasti mengetahui dan melihat kalian.”
Lalu Ali berdiri sembari berkata,
“Ini aku, ‘Ukasyah! Aku telah menghabiskan seluruh hidupku bersama Rasul. Aku tak
dapat membiarkanmu membalas dendam pada Rasul kita. Ini punggungku, ini dadaku,
ini perutku, cambuklah. Cambuk aku!”
Nabi berkata, “wahai Ali, Alloh
pasti tahu niatmu dan melihatmu”.
Lalu, berdirilah Cahaya mata
Rasululloh, Hasan Sang Terpilih dan Husein Sang Syuhada Karbala. Keduanya menangis,
“Tahukah engkau wahai ‘Ukasyah? Kami adalah cucu kesayangan Rasululloh. Ini kami.
Engkau dapat membalaskan dendammu dengan mencambuk kami seolah-olah mencambuk
rasul. Ayolah, ini kami. Cambuklah kami!”. Akan tetapi rasul berkata, “Duhai
cahaya mataku, duduklah ditempay kalian. Akulah yang harus menanggung
pembalasan ini. “Ukasyah, cambuklah aku sekeras aku mencambukmu dulu!”.
‘Ukasyah berkata, “Ya rasululloh,
aku dulu tak berpakaian ketika engkau mencambukku”.
Rasulpun melepaskan bajunya, dan
bersabda,”Cambuklah, ‘Ukasyah!”.
Riuh tatapan para sahabat, mereka
terisak dan menangis. Semua bingung apa yang harus mereka lakukan menyaksikan
keadaan tersebut.
Segera setelah melihat tubuh
putih Nabi mulia yang berseri-seri, dia membuang cambuk di tangannya, memeluk
punggung Nabi Saw dengan penuh rasa cinta dan haru, mencium tanda kenabian. Dia
berkata, “Engkau lebih berhak atas diriku daripada ibu dan ayahku sendiri, ya
Rasululloh! Bagaimana mungkin aku membalas dendam padamu? Biarlah seratus ribu ‘Ukasyah
berkorban demi engkau. Aku mengucapkan terima kasih atas tawaranmu. Aku takut
masuk neraka. Aku melakukan semua itu karena aku yakin bahwa, ketika kulitku
menyentuh kulitmu, neraka tidak akan bisa membakar tubuhku. Akan dibakarkah
tubuh yang pernah bersentuhan dengan tubuhmu? Inilah yang mendorongku menerima
tawaranmu dan membalaskan keinginan.”
Kemudian Rasul menoleh para
sahabat,”Jika kalian ingin melihat salah satu penghuni surga, lihatlah orang
ini!”
Lantas seluruh sahabat yang hadir
mencium mata ‘Ukasyah dan dengan hangat mengucapkan selamat kepadanya yang
telah meraih derajat mulia itu.
Dari Nafas Cinta Ilahi, Lidia Yurita.